Dahlan Iskan Korupsi?
Dahlan Iskan ketika memakai baju anti korupsi |
JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama
PT Perusahaan Listrik Negara Dahlan Iskan menerima status tersangka yang
ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terhadap dirinya dalam kasus
korupsi proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN
senilai Rp 1,06 triliun. Ia mengambil tanggung jawab karena dirinya sebagai
kuasa pengguna anggaran proyek yang dimulai 2011 itu.
"Penetapan saya sebagai tersangka ini saya terima dengan
penuh tanggung jawab. Saya ambil tanggung jawab ini karena sebagai KPA saya
memang harus tanggung jawab atas semua proyek itu. Termasuk apa pun yang
dilakukan anak buah," kata Dahlan dalam keterangan pers yang diedarkan
kepada wartawan seusai diperiksa Kejati DKI Jakarta, Jumat (5/6/2015). Dahlan
akan mempelajari proyek-proyek gardu induk tersebut setelah lebih dari tiga
tahun tidak mengikuti perkembanga proyek tersebut. Ia berharap direksi PLN
memperkenannya melihat dokumen-dokumen proyek itu karena ia sama sekali tidak
memiliki satu pun dokumen mengenai PLN.
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara itu ditetapkan
sebagai tersangka setelah dua kali diperiksa sebagai saksi oleh Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta pada Kamis dan Jumat. "Dari pemeriksaan, peran kuasa
pengguna anggaran (KPA) terlihat jelas sehingga kami mengambil kesimpulan yang
bersangkutan sebagai tersangka," kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta
Adi Toegarisman.Dahlan belum ditahan karena bersikap kooperatif selama
pemeriksaan. Namun, dia dicegah pergi ke luar negeri. Kejati DKI akan memeriksa
Dahlan sebagai tersangka pada pekan depan.
TEMPO.CO, Jakarta -
Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta Adi Toegarisman menyatakan penyidik mendapatkan
titik terang dalam kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada
2011-2013 setelah memeriksa Dahlan Iskan, Kamis, 4 Juni 2015. “Ada
dua hal pokok terkait dengan penganggaran yang sifatnya tahun jamak dan sistem
pembayarannya,” ujar Adi, Rabu, 5 Juni 2015.
Adi mengatakan, dari
keterangan Dahlan, terlihat ada kesalahan dalam sistem pembayaran proyek gardu
induk senilai Rp 1 triliun itu. Proyek gardu yang seharusnya dibayar per
perkembangan kerja, kata dia, malah dibayar dengan sistem material on
set atau per materi. “Ini bertentangan dengan Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang,” ujarnya.
Menurut Adi, sistem
pembayaran tersebut membuka celah proyek tidak berjalan alias mangkrak. Adi
menuturkan penyidik mencoba menelusuri apa saja yang diketahui Dahlan sebagai
Direktur Utama PLN waktu itu terkait dengan proyek yang betul-betul mangkrak
itu. “Substansinya, apakah dia tahu proyek itu mangkrak?” ujar Adi.Setelah
diperiksa selama sembilan jam di Kejaksaan Tinggi Jakarta, Dahlan tidak mau
berkomentar tentang dua tuduhan korupsi itu. Padahal, sebelum pemeriksaan, Dahlan
kepada Tempo berjanji menjelaskan posisinya dalam
kasus-kasus itu. “Ini pengalaman menarik, diperiksa pertama kali di usia
64 tahun,” kata Dahlan.
Kejaksaan mengusut
kasus ini sejak Juni 2014 karena audit Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan atas proyek senilai Rp 1,06 triliun itu diduga merugikan negara
senilai Rp 33 miliar.
Dahlan Iskan diperiksa Kejaksaan selama 9 jam |
Ketika proyek mulai berjalan, lahan belum dibebaskan dan,
dari 21 gardu, hanya lima yang terbangun. Sudah ada 15 tersangka dalam kasus
ini: sembilan dari PLN dan empat dari perusahaan pembuat gardu. Seluruh
tersangka dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman
hukuman maksimal 20 tahun penjara. Kejaksaan menargetkan membawa sepuluh
tersangka kasus itu ke pengadilan bulan ini. Satu tersangka di
antaranya, Ferdinand Rambing, petinggi PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri,
perusahaan yang menjadi rekanan proyek itu, sedang menunggu jadwal sidang.
“Sembilan tersangka dari PLN saat ini menunggu pembuatan dakwaan,” kata Kepala
Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Jakarta Waluyo.