Translate

Sunday, June 7, 2015

Dahlan Iskan Korupsi


Dahlan Iskan Korupsi?
Dahlan Iskan ketika memakai baju anti korupsi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Dahlan Iskan menerima status tersangka yang ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terhadap dirinya dalam kasus korupsi proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN senilai Rp 1,06 triliun. Ia mengambil tanggung jawab karena dirinya sebagai kuasa pengguna anggaran proyek yang dimulai 2011 itu.

"Penetapan saya sebagai tersangka ini saya terima dengan penuh tanggung jawab. Saya ambil tanggung jawab ini karena sebagai KPA saya memang harus tanggung jawab atas semua proyek itu. Termasuk apa pun yang dilakukan anak buah," kata Dahlan dalam keterangan pers yang diedarkan kepada wartawan seusai diperiksa Kejati DKI Jakarta, Jumat (5/6/2015). Dahlan akan mempelajari proyek-proyek gardu induk tersebut setelah lebih dari tiga tahun tidak mengikuti perkembanga proyek tersebut. Ia berharap direksi PLN memperkenannya melihat dokumen-dokumen proyek itu karena ia sama sekali tidak memiliki satu pun dokumen mengenai PLN.

Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara itu ditetapkan sebagai tersangka setelah dua kali diperiksa sebagai saksi oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Kamis dan Jumat. "Dari pemeriksaan, peran kuasa pengguna anggaran (KPA) terlihat jelas sehingga kami mengambil kesimpulan yang bersangkutan sebagai tersangka," kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman.Dahlan belum ditahan karena bersikap kooperatif selama pemeriksaan. Namun, dia dicegah pergi ke luar negeri. Kejati DKI akan memeriksa Dahlan sebagai tersangka pada pekan depan. 

TEMPO.COJakarta - Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta Adi Toegarisman menyatakan penyidik mendapatkan titik terang dalam kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada 2011-2013 setelah memeriksa Dahlan Iskan, Kamis, 4 Juni 2015. “Ada dua hal pokok terkait dengan penganggaran yang sifatnya tahun jamak dan sistem pembayarannya,” ujar Adi, Rabu, 5 Juni 2015.

Adi mengatakan, dari keterangan Dahlan, terlihat ada kesalahan dalam sistem pembayaran proyek gardu induk senilai Rp 1 triliun itu. Proyek gardu yang seharusnya dibayar per perkembangan kerja, kata dia, malah dibayar dengan sistem material on set atau per materi. “Ini bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang,” ujarnya.
Menurut Adi, sistem pembayaran tersebut membuka celah proyek tidak berjalan alias mangkrak. Adi menuturkan penyidik mencoba menelusuri apa saja yang diketahui Dahlan sebagai Direktur Utama PLN waktu itu terkait dengan proyek yang betul-betul mangkrak itu. “Substansinya, apakah dia tahu proyek itu mangkrak?” ujar Adi.Setelah diperiksa selama sembilan jam di Kejaksaan Tinggi Jakarta, Dahlan tidak mau berkomentar tentang dua tuduhan korupsi itu. Padahal, sebelum pemeriksaan, Dahlan kepada Tempo berjanji menjelaskan posisinya dalam kasus-kasus itu.  “Ini pengalaman menarik, diperiksa pertama kali di usia 64 tahun,” kata Dahlan.
Kejaksaan mengusut kasus ini sejak Juni 2014 karena audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atas proyek senilai Rp 1,06 triliun itu diduga merugikan negara senilai Rp 33 miliar.
Dahlan Iskan diperiksa Kejaksaan selama 9 jam
Ketika proyek mulai berjalan, lahan belum dibebaskan dan, dari 21 gardu, hanya lima yang terbangun. Sudah ada 15 tersangka dalam kasus ini: sembilan dari PLN dan empat dari perusahaan pembuat gardu. Seluruh tersangka dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Kejaksaan menargetkan membawa sepuluh tersangka kasus itu ke pengadilan bulan ini. Satu tersangka di antaranya, Ferdinand Rambing, petinggi PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri, perusahaan yang menjadi rekanan proyek itu, sedang menunggu jadwal sidang. “Sembilan tersangka dari PLN saat ini menunggu pembuatan dakwaan,” kata Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Jakarta Waluyo.