Feminisme
Asumsi dari feminism adalah kaum
perempuan mengalami diskriminasi dan usaha untuk menghentikan diskriminasi
tersebut, feminism memproklamirkan sebagai konsep pergerakan yang
memperjuangkan emansipasi dan kesejahteraan kaum perempuan, feminism pertama
kali direaksikan oleh Charles fourier pada tahun 1837. kelahiran gerakan
feminism bersamaan dengan kelahiran
pencerahan di eropa yang dipelopori oleh lady mary wortley montague dan
marquis de Condorcet menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang
cukup mendapat perhatian dari perempuan kulit putih dimana mereka
memperjuangkan apa yang mereka sebut universal
sisterhood.
Pergerakan feminism cukup dipandang di
amerika yang diawalai dengan keluarnya buku yang berjudul the Feminine Mystique yang dikarang oleh betty friedan (1963), selanjutnya betty membentuk
sebuah organisasi yang disebut national organization for woman ,
organisasi ini memunculkan pergerakan yang berarti di America yang mendorong
terbentuknya undang-undang Equal Pay Right (1963) dan Equal Right
Act (1964).
Dalam evolusinya, feminisme
mengalami perkembangan dengan memunculkan beberapa aliran, yaitu feminisme
liberal, feminisme radikal, feminisme post-modern, feminisme anarkhis,
feminisme marxis, feminisme sosialis serta feminisme post-kolonial.
Ø Feminism liberal
adalah pandangan untuk
menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual.
Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas
dan pemisahan antara dunia privat dan public. Tokoh
aliran ini salah satunya adalah Naomi Wolf dia mangamukakan konsepnya yaitu
‘feminisme kekuatan’ yang merupakan solusi akhir bagi perempuan agar mengejar
kekuatan agar mampu menuntut persamaan hak yang terbebas dari hegemoni
laki-laki.
Ø Feminism radikal
adalah aliran yang muncul akibat reaksi dari budaya seksisme, terutama melawan
kekerasan seksual Aliran ini
bertumpu pada paradigma bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat
sistem budaya patriarkhi, dengan tubuh perempuan sebagi orientasi utama
penindasan, Feminisme radikal fokus pada materi tubuh serta hak-hak reproduksi,
seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan
laki-laki, dan dikotomi privat-publik.
Ø Feminism
post-modern berlandsakan pada
paham post-modernisme dengan ide dasar yakni absolute dan anti otoritas
Ø Feminism anarkisme adalah
bersifat sebagai suatu faham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap
negara dan sistem patriarkhi terlalu mendominasi sistem. Lelaki adalah sumber
permasalahan yang harus dihancurkan.
Ø Feminism marxis
adalah faham yang berasumsikan bahwa problematika perempuan berasal dari hegemoni kapitalisme, penindasan
perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi, Teori Friedrich
Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini, friedrich berpendapat bahwa
‘status perempuan jatuh karena adanya konsep private property’ yang mana laki-laki mendominasi hubungan
sosial burtujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan
pertukaran, sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property yang
mana semua sistem yang berorientasi pada keuntungannya mnegakibatkan
terbentuknya kelas-kelas dalam masyarakat. Yang pada akhirnya pengahancuran
terhadap sistem kapitalis akan melahirkan struktur masyarakat tanpa penindasan
perempuan.
Ø Feminism
sosialis adalah faham yang
muncul sebagai kritik terhadap feminism marxis, feminism sosialis menggunakan
analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan, mereka juga
sefaham dengan feminism maxis yang mengungkapkan bahwa kapitalis merupakan
sumber penindasan, Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan
feminisme radikal yang menganggap patriarkhilah sumber penindasan itu.
Ø Feminism post-kolonial
ialah pada intinya menggugat
penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun
mentalitas masyarakat yang mana nantinya perempuan dunia ketiga banyak
menanggung beban penindasan lebih berat kaerna selain mengalami pendindasan
berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan
agama
Post
modernism
Pemikiran
Michel Foucault (1926-1984)
Michel Foucault merupakan salah satu tokoh yang paling
berpengaruh dalam gerakan Postmodernisme, yang menyumbangkan perkembangan teori
kritik terhadap teori pembangunan dan modernisasi dari perspektif yang sangat
berbeda dengan teori-teori kritik lainnya (Mansour Fakih, 2002). Pemikiran
Foucault yang utama adalah penggunaan analisis diskursus untuk memahami
kekuasaan yang tersembunyi di balik pengetahuan. Analisisnya terhadap kekuasaan
dan pengetahuan memberikan pemahaman bahwa peran pengetahuan pembangunan telah
mampu melanggengkan dominasi terhadap kaum marjinal. Pada tahun 1980 foucault diindentikkan dengan gerakan postmodernisme hal
ini yang mana ketika ia membuat sebuah karya dalam buku ciptannya diantaranya The
Order of Things, The Archeology of Knowledge, Dicipline and Punish, Lange,
Counter Memory, Practise, The History of Sexuality dan Power Knowledge.
Kemudian Foucault melihat ada
problematika dalam bentuk modern pengetahuan, rasionalitas, institusi sosial,
dan subyektivitas. Semua itu, menurutnya terkesan given and natural, tetapi
dalam faktanya semua itu adalah “serombongan konstruk sosiokultural tentang
kekuasaan dan dominasi”. Dia juga berpendapat bahwa untuk menanggulangi
eksploitasi dan juga dominasi serta subjection menurutnya adalah mempelajari
upaya untuk membangkitkan kembali local centres dari power knowledge, pola
transformasinya, dan upaya untuk masukkan ke dalam strategi dan akhirnya
menjadikan pengetahuan mampu mensupport kekuasaan. Menurut pemikirannya, bahwa
setiap strategi yang mengabaikan berbagai bentuk power tersebut maka akan
terjadi kegagalan. Yang perlu mendapatkan perhatian adalah analisis power
tertentu (antar individu, kelompok, kegiatan dan lain-lain) dalam rangka
mengembangkan knowledge strategies dan membawa skema baru politisi,
intelektual, buruh dan kelompok tertindas lainnya, dimana power tersebut akan
digugat.
Dalam artikelnya tentang relevansi
karya Foucault bagi kajian Dunia Ketiga, Escobar (dalam Muhadi Sugiono, 1999)
mencatat bahwa sekurang-kurangnya ada tiga strategi utama lewat mana doktrin
dan teori pembangunan dianggap berfungsi sebagai mekanisme kontrol dan
disiplin, yaitu normalisasi mekanisme.
- Strategi pertama disebut “inkorporasi progresif problem”, yaitu teori-teori dan doktrin-doktrin pembangunan memuat berbagai problem yang harus mereka sembuhkan, artinya munculnya teori dan doktrin tersebut didahului dengan penciptaan problem pembangunan, yaitu “abnormalisasi”, dan mereka selipkan dalam domain pembangunan, sehingga memberikan justifikasi bagi para penentu kebijakan dan ilmuwan Negara Barat untuk melibatkan dan mencampuri urusan domestik negara Dunia Ketiga.
- Strategi kedua disebut “profesionalisasi pembangunan”, yaitu problem pembangunan atau abnormalisasi setelah dimasukkan ke dalam domain pembangunan, maka menjadi masalah teknis dan terlepas dari persoalan politis, sehingga dianggap lebih bebas nilai dan merupakan bahan penelitian ilmiah.
- Strategi ketiga disebut “institusionalisasi pembangunan”, yaitu doktrin-doktrin dan teori-teori pembangunan diberlakukan untuk berbagai level organisasi atau institusi, baik lokal, nasional maupun internasional, dan kesemua itu merupakan jaringan dimana hubungan baru kekuasaan pegetahuan telah terjalin dengan rapi dan sangat kuat.
Tiga tesis
utama Foucault tentang kekuasaan(Bertens, 1985: 487-490):
- Kekuasaan bukan milik tetapi strategi,
- Kekuasaan tidak dapat dilokalisir tetapi menyebar keman-mana,
- Kekuasaan tidak selalu bekerja melalui penindasan dan represi, tetapi terutama melalui normalisasi dan regulasi.
- Kekuasaan tidak bersifat destruktif melainkan reproduktif.
Jacques Derrida (1930)
Derrida
adalah penafsir Posmodernism yang terpenting tentang Nietzsche. Derrida
melontarkan kritik terhadap kaum “realis” terhadap bahasa. Kaum realis
berpendapat bahwa kalimat-kalimat kita mencerminkan realitas dunia yang
sebenarnya, tanpa hubungan dengan segala tindakan manusia. Derrida menolak
bahwa bahasa mempunyai arti tetap yang selaras dengan realitas sebenarnya, atau
bahasa menyingkapkan realitas yang pasti. Ia ingin menarik jauh dari
konsepmodern ini, dan bahwa kita menuju kemungkinan”hermeneutika” terhadap teks-teks tertulis.
Kebenaran bukan pembacaan kita terhadap suatu teks melainkan umpan balik dengan
pembacaan dan keadaan realitas kita, sehingga kebenaran itu bersifat relatif.
Permainan
bahasa oleh Derrida dinilai sangat membahayakan manusia, dimana jebakan-jebakan
bahasa ini akan mengkaburkan manusia atas realitas. Kebenaran dapat diperoleh
hanya dengan permainan bahasa saja. Perubahan dari “Difference”menjadi “difference” mempunyai
kegunaan lain.penggantian huruf e
oleh huruf a tidak
terlalu tampak ketika diucapkan. Dengan menggunakan difference, Derrida hendak
mengkritik tradisi barat yang mengatakan tulisan hanya menggambarkan ucapan
manusia karena ucapan manusia lebih utama dan lebih langsung sifatnya. Dengan
sifat main-main ia hendak mengkritik teori arti kata yang bergerak dari pikiran
ke ucapan lalu ke tulisan.
Derrida
bukan seorang pembuat mitos baru, ia tidak berusaha menyusun suatu yang baru
berdasarkan yang lama. Tujuannya bersifat destruktif
(menghancurkan), menghancurkan tradisi logosentrisme barat. Derrida hendak
melucuti cita-cita modern yang memandang filsafat sebagai ilmu murni, sebagai
suatu penelitian obyektif, yang juga penolakan terhadap Hermeneutika, yang
menggunakan konsep Dekonstruksi.
Friedrich Wlhelm Nietzsche
(18844-1900)
epistimologinya diawali dengan asumsi dasar bahwasanya
kita harus menggunakan skeptisme radikal terhadap kemampuan akal, tidak ada
yang dapat dipercayai dari akal sehingga beliau berpendapat bahwasanya terlalu
naif jika akal mampu memperoleh kebenaran. Epistimologi nietsche ditengah zaman
modern yang ditandai dengan dominasi akal ini tampak aneh dan sulit untuk
diterima oleh beliau.
No comments:
Post a Comment