Pengertian Persuasif
Istilah persuasi atau dalam Bahasa Inggris persuasion berasal
dari kata latinpersuasio, yang secara harfiah berarti hal membujuk, hal
mengajak, atau meyakinkan.
Kenneth E. Andersen dalam Effendy (1999:79)
mengatakan bahwa persuasi adalah suatu proses komunikasi
antarpersona. Dimana, komunikator berupaya dengan mengguna-kan
lambang-lambang untuk mempengaruhi kognisi penerima, jadi secara sengaja
mengubah sikap atau kegiatan seperti yang diinginkan oleh komunikator.
Dalam definisi di atas, Andersen membatasi
pengertian persuasi hanya pada komunikasi antarpersona. Komunikasi antara
persona atau interpersonal communication adalah komunikasi
antara seorang komunikator dengan seorang komunikan (dyadic communication)
atau antara seorang komunikator dengan dua orang komunikan (triadic
communication). Baik komunikasi berdua maupun bertiga sifatnya
dialogis secara tatap muka. Dalam situasi komunikasi seperti ini, umpan balik
terjadi secara langsung, dengan lain perkataan, komunikator dapat mengetahui
efek komunikasinya pada saat itu juga. Umpan balik seperti itu dinamakan umpan
balik seketika (immediate feedback). Karena, reaksi komunikan dapat
diketahui pada saat komunikator menyampaikan pesannya, maka komunikasi jenis
ini sering dipergunakan untuk melakukan persuasi (persuasive
communication) (Effendy, 1993:26).
Dalam penjelasannya mengenai pengertian persuasi
itu, Anderson mengatakan bahwa ada tiga pergeseran penekanan yang penting
antara batasan persuasi dengan komunikasi. Pertama komunikasi
didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi kognisi (kognisi berarti kesadaran
atau pikiran), yakni menimbulkan dampak pada kognisi itu. Pada persuasi, dampak
terhadap kognisi diupayakan untuk menghasilkan perubahan pada sikap,
kepercayaan, nilai, atau tindakan.
Kedua adalah penekanan
pada kesengajaan dari perubahan, yaitu menyebabkan perubahan tanpa menggunakan
paksaan. Ketiga dari penekanan dari definisi persuasi adalah
perubahan pada sikap atau kegiatan yang diinginkan oleh komunikator.
Menurut Edwin P. Bettinghouse dalam Effendy
(1999) mengatakan bahwa agar bersifat persuasif suatu situasi komunikasi harus
mengandung upaya yang dilakukan oleh seseorang dengan sadar untuk mengubah
perilaku orang lain atau sekelompok orang lain dengan menyampaikan beberapa
pesan. Definisi Bettinghouse ini sederhana saja. Menurut dia, yang diubah
dengan upaya secara sadar itu hanya perilaku.
Hovland dan Janis dalam Effendy (1999:81)
mengatakan bahwa efek persuasif dapat dilihat dari perubahan sikap yang menuju
perubahan opini, perubahan persepsi, perubahan perasaan dan
perubahan tindakan. Perubahan persepsi dapat dilihat dalam memaknai
suatu pesan. Perubahan pesan berkaitan dengan emosional. Perubahan
tindakan adalah perubahan perilaku secara fisik pada seseorang sebagai akibat
dari pesan persuasif yang diterimanya.
Persuasi Vs Koersi
Istilah koersi atau dalam Bahasa Inggris coersion,
berasal dari Bahasa Latin coercioyang secara harfiah berarti
pengekangan. Secara maknawiah berarti upaya mencapai suatu tujuan dengan
menggunakan kekuatan. Dalam prakteknya, untuk mencapai tujuan itu dilakukan
kegiatan dalam bentuk sanksi, ancaman, intimidasi, pemerasan, boikot, teror ,
dan lain-lain, sehingga orang yang dijadikan sasaran merasa terpaksa, cemas,
takut, dan sebagainya.
Otto Lerbinger dalam Effendy (1999) mengatakan
bahwa, jika paksaan ingin dilaksanakan, orang banyak atau rakyat tidak perlu
secara nyata didorong-dorong. Penjaga yang berseragam, senapan yang bersangkur,
kendaraan yang dilengkapi senjata. Bahkan penjara atau tiang gantungan, sudah
menunjukkan lambang paksaan. Lambang-lambang paksaan seperti itu tidak perlu
diperlihatkan secara nyata. Disuatu negara pameran kekuatan (show of
force) yang hanya kadang-kadang saja diadakan, dianggap perlu untuk
menunjukkan potensi negara yang bersangkutan bahwa kekuatan berada dimana-mana.
Itulah pengertian koersi. Komunikasi koersif
(coersive communication) berarti proses penyampaian pesan (pikiran
dan perasaan) oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap, opini,
atau perilaku, dengan gaya yang mengandung paksaan.
Jadi persamaan komunikasi persuasif dengan
komunikasi koersif ialah dalam tujuannya, sama-sama mengubah sikap, opini,
atau perilaku. Perbedaannya adalah dalam gayanya, jika komunikasi
persuasif dilakukan secara psikologis yang mengandung ajakan, bujukan,
himbauan, atau rayuan, komunikasi koersif dilakukan secara imperatif
yang mengandung sanksi, ancaman, kekhawatiran, dan ketakutan.
Konsekuensi dari hasil komunikasi persuasif
dalam bentuk perubahan sikap, opini, dan perilaku, adalah kesadaran disertai
rasa senang. Sedangkan konsekuensi hasil komunikasi koersif dalam bentuk
perubahan sikap, opini, dan perilaku adalah keterpaksaan disertai rasa tidak
senang.
Bagi Kepala humas (kahumas), komunikasi koersif
ini perlu mendapat perhatian yang saksama karena adakalanya konsekuensi yang
timbul bukan hanya rasa tidak senang, tetapi dapat meningkat ke rasa
permusuhan, bahkan dendam kesumat. Ini berarti bahwa komunikasi koersif ini
bisa tidak fungsional, dan jika komunikasi yang dilancarkan menjadi
disfungsional, efek bumerang (boomerang effect) yang akan
muncul. (Effendy, 1999:84)
Barangkali akan lebih jelas bila kita telaah
pendapat Alex Inkeles dalam Effendy (1999:85) yaitu yang dimaksud dengan koersi
biasanya adalah pelaksanaan kekuasaan oleh pihak yang berwewenng terhadap
orang-orang yang melanggar hukum, dan dengan persuasi adalah upaya untuk
meyakinkan orang-orang melalui kontak pribadi agar perilaku sesuai dengan
nilai-nilai sosial.
Dari paparan mengenai persuasi dan koersi ini
jelas kiranya bahwa tugas Kepala humas ialah melakukan persuasi, antara lain
terhadap para karyawan yang tidak berperilaku sesuai dengan peraturan
organisasi yang ditetapkan. Mereka diajak, dihimbau, atau dibujuk untuk taat
kepada peraturan. Ini berarti bahwa perilaku individual diarahkan sehingga
sesuai, selaras, dan serasi dengan perilaku organisasi. (Effend. y, 1999 : 85).
Komunikasi persuasif bagi seorang humas harus
menguasinya. Tanpa keterampilan ini, tujuan organisasi akan cepat tercapai.
Dalam komunikasi persuasif dikenal juga dengan koersif. Seorang humas, lebih
baik menghindari model komunikasi koersif, agar mudah mendapatkan image baik
di masyarakat.
No comments:
Post a Comment