Translate

Wednesday, December 17, 2014

Komunikasi Persuasif dan Koersif dalam Public Relations (PR) atau Hubungan Masyarakat (Humas)

Pengertian Persuasif
Istilah persuasi atau dalam Bahasa Inggris persuasion berasal dari kata latinpersuasio, yang secara harfiah berarti hal membujuk, hal mengajak, atau meyakinkan.
Kenneth E. Andersen dalam Effendy (1999:79) mengatakan bahwa persuasi adalah suatu proses komunikasi antarpersona. Dimana, komunikator berupaya dengan mengguna-kan lambang-lambang untuk mempengaruhi kognisi penerima, jadi secara sengaja mengubah sikap atau kegiatan seperti yang diinginkan oleh komunikator.
Dalam definisi di atas, Andersen membatasi pengertian persuasi hanya pada komunikasi antarpersona. Komunikasi antara persona atau interpersonal communication adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan (dyadic communication) atau antara seorang komunikator dengan dua orang komunikan (triadic communication). Baik komunikasi berdua maupun bertiga sifatnya dialogis secara tatap muka. Dalam situasi komunikasi seperti ini, umpan balik terjadi secara langsung, dengan lain perkataan, komunikator dapat mengetahui efek komunikasinya pada saat itu juga. Umpan balik seperti itu dinamakan umpan balik seketika (immediate feedback). Karena, reaksi komunikan dapat diketahui pada saat komunikator menyampaikan pesannya, maka komunikasi jenis ini sering dipergunakan untuk melakukan persuasi (persuasive communication) (Effendy, 1993:26).
Dalam penjelasannya mengenai pengertian persuasi itu, Anderson mengatakan bahwa ada tiga pergeseran penekanan yang penting antara batasan persuasi dengan komunikasi. Pertama komunikasi didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi kognisi (kognisi berarti kesadaran atau pikiran), yakni menimbulkan dampak pada kognisi itu. Pada persuasi, dampak terhadap kognisi diupayakan untuk menghasilkan perubahan pada sikap, kepercayaan, nilai, atau tindakan.
Kedua adalah penekanan pada kesengajaan dari perubahan, yaitu menyebabkan perubahan tanpa menggunakan paksaan. Ketiga dari penekanan dari definisi persuasi adalah perubahan pada sikap atau kegiatan yang diinginkan oleh komunikator.
Menurut Edwin P. Bettinghouse dalam Effendy (1999) mengatakan bahwa agar bersifat persuasif suatu situasi komunikasi harus mengandung upaya yang dilakukan oleh seseorang dengan sadar untuk mengubah perilaku orang lain atau sekelompok orang lain dengan menyampaikan beberapa pesan. Definisi Bettinghouse ini sederhana saja. Menurut dia, yang diubah dengan upaya secara sadar itu hanya perilaku.
Hovland dan Janis dalam Effendy (1999:81) mengatakan bahwa efek persuasif dapat dilihat dari perubahan sikap yang menuju perubahan opini, perubahan persepsi, perubahan perasaan dan perubahan tindakan. Perubahan persepsi dapat dilihat dalam memaknai suatu pesan. Perubahan pesan berkaitan dengan emosional. Perubahan tindakan adalah perubahan perilaku secara fisik pada seseorang sebagai akibat dari pesan persuasif yang diterimanya.
Persuasi Vs Koersi
Istilah koersi atau dalam Bahasa Inggris coersion, berasal dari Bahasa Latin coercioyang secara harfiah berarti pengekangan. Secara maknawiah berarti upaya mencapai suatu tujuan dengan menggunakan kekuatan. Dalam prakteknya, untuk mencapai tujuan itu dilakukan kegiatan dalam bentuk sanksi, ancaman, intimidasi, pemerasan, boikot, teror , dan lain-lain, sehingga orang yang dijadikan sasaran merasa terpaksa, cemas, takut, dan sebagainya.
Otto Lerbinger dalam Effendy (1999) mengatakan bahwa, jika paksaan ingin dilaksanakan, orang banyak atau rakyat tidak perlu secara nyata didorong-dorong. Penjaga yang berseragam, senapan yang bersangkur, kendaraan yang dilengkapi senjata. Bahkan penjara atau tiang gantungan, sudah menunjukkan lambang paksaan. Lambang-lambang paksaan seperti itu tidak perlu diperlihatkan secara nyata. Disuatu negara pameran kekuatan (show of force) yang hanya kadang-kadang saja diadakan, dianggap perlu untuk menunjukkan potensi negara yang bersangkutan bahwa kekuatan berada dimana-mana.
Itulah pengertian koersi. Komunikasi koersif (coersive communication) berarti proses penyampaian pesan (pikiran dan perasaan) oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap, opini, atau perilaku, dengan gaya yang mengandung paksaan.
Jadi persamaan komunikasi persuasif dengan komunikasi koersif ialah dalam tujuannya, sama-sama mengubah sikap, opini, atau perilaku. Perbedaannya adalah dalam gayanya, jika komunikasi persuasif dilakukan secara psikologis yang mengandung ajakan, bujukan, himbauan, atau rayuan, komunikasi koersif dilakukan secara imperatif yang mengandung sanksi, ancaman, kekhawatiran, dan ketakutan.
Konsekuensi dari hasil komunikasi persuasif dalam bentuk perubahan sikap, opini, dan perilaku, adalah kesadaran disertai rasa senang. Sedangkan konsekuensi hasil komunikasi koersif dalam bentuk perubahan sikap, opini, dan perilaku adalah keterpaksaan disertai rasa tidak senang.
Bagi Kepala humas (kahumas), komunikasi koersif ini perlu mendapat perhatian yang saksama karena adakalanya konsekuensi yang timbul bukan hanya rasa tidak senang, tetapi dapat meningkat ke rasa permusuhan, bahkan dendam kesumat. Ini berarti bahwa komunikasi koersif ini bisa tidak fungsional, dan jika komunikasi yang dilancarkan menjadi disfungsional, efek bumerang (boomerang effect) yang akan muncul. (Effendy, 1999:84)
Barangkali akan lebih jelas bila kita telaah pendapat Alex Inkeles dalam Effendy (1999:85) yaitu yang dimaksud dengan koersi biasanya adalah pelaksanaan kekuasaan oleh pihak yang berwewenng terhadap orang-orang yang melanggar hukum, dan dengan persuasi adalah upaya untuk meyakinkan orang-orang melalui kontak pribadi agar perilaku sesuai dengan nilai-nilai sosial.
Dari paparan mengenai persuasi dan koersi ini jelas kiranya bahwa tugas Kepala humas ialah melakukan persuasi, antara lain terhadap para karyawan yang tidak berperilaku sesuai dengan peraturan organisasi yang ditetapkan. Mereka diajak, dihimbau, atau dibujuk untuk taat kepada peraturan. Ini berarti bahwa perilaku individual diarahkan sehingga sesuai, selaras, dan serasi dengan perilaku organisasi. (Effend. y, 1999 : 85).
Komunikasi persuasif bagi seorang humas harus menguasinya. Tanpa keterampilan ini, tujuan organisasi akan cepat tercapai. Dalam komunikasi persuasif dikenal juga dengan koersif. Seorang humas, lebih baik menghindari model komunikasi koersif, agar mudah mendapatkan image baik di masyarakat.


No comments:

Post a Comment