Sebelumnya saya akan bahas mengenai
konsep teori menurut Waltz. Konsep teori yang dikemukakan oleh Waltz sama
dengan apa yang disebut Horkheimer tradisional. Konsep ini memiliki
epistimologi yang dama dengan ilmu pengetahuan alam. Dimulai dengan membuat
pemisahan radikal antata subjek dan objek dan seperti yang dijelaskan oleh para
penduking neo-realisme lainnua kemudian mulai mengidentifikasi
ketentuan-ketentuan obyektif dalam kaitannya dengan hubungan internasional
sambil menghapus fenomena subyektif dan intersubyektif seperti tindakan yang
dipengaruhi oleh norma-norma, nilai-nilai atau perijinan (M. Fischer, 1992).
Satu aspek fundamental dari epistemologi ini menghilangkan nilai-nilai dan
komitmen-komotmen normatif. Perbedaan sebelumnya antara fakta dan nilai, dan
antara subyek dan obyek dibuat pada anggapan bahwa penelitian toeritis bisa
dilakukan dan perlu dilakukan.
Menurut aturan dasar pembentukan
teori ini dan sekali lagi sejajar dengan ilmu sains, tujuan Waltz adalah menjelaskan
mengapa pola-pola tertentu tetap konstan dalam politik internasional. Tugas
teori ujar Waltz adalah memilih prinsip-prinsip yang menggerakan meski ada
prinsip-prinsip lain yang berlaku (K . Waltz, 1979). Waltz menjelaskan tidaklah
lahir hanya dari perasaan semata. Tetapi muncul juga dikarenakan keinginan untk
mengendalikan atau setidaknya mencari tahu jika kendali mungkin dilakukan.
Kriteria yang digunakan untuk menilai teori pada konsepsi tradisional adalah
penggunaan dan penerapan teknis. Waltz menekankan bahwa pertanyaan tentang yang
benar dan yang salah terlibat di sini, tetapi demikian juga pertanyaan tentang
yang bermanfaat dan yang sia-sia. Pengujian terakhir dari sebuah teori adalah
kegunannya dalam memandu kebijakan ke arah tujuan yang ada, dalam hal ini,
mengorientasi kebijakan luar negeri umtuk memperoleh kekuatan dan keamanan di
bawah anarki internasional.
Konsep teori inilah yang sesungguhnya
ada di dalam benak Cox dengan nama problem solving theory. Problem solving
theory memandang dunia seperti yang didapati dengan hubungan sosial dan
kekuatan yang berlaku dan lembaga-lembaga di mana mereka diatur, sebagai
kerangka yang dihasilkan tindakan (R.W. Cox,1981). Teori mempermasalahkan
tatanan yang ada saat itu tetapi memiliki dampak melegitimasi dan
menguatkannya. Tujuan utama teori menurut Cox, adalah membuat tatanan yang ada
berjalan lancar dengan secara efwktif menangani sumber-sumber permasalahan
tertentu. Neo-realisme merupakan teori pemecahan masalah qua, lebih menganggap
serius diktum kaum realis yang bekerjasama dengan tekanan-tekanan internasional
yang berlaku, ketimbang menentangnya. Dengan bekerja di dalam sistem yang ada,
ia cenderung mempertahankan struktur internasional yang ada dari hubungan
sosial dan politik, ia memiliki dampak menstabilkan.
Cox mengungkapkan bahwa
institusionalisme neo-liberal juga menjadi bagian dari pemecahan masalah.
Tujuannya seperti dijelaskan oleh eksponen terkemuka adalah memperlancar
pelaksanaan sistem politik internasional yang terdesentralisasi (R.O.Keohane,
1984). Dengan menempatkan diri di antara sistem negara dan ekonomi global
kapitalis liberal perhatian utama neo-liberalisme adalah memastikan bahwa kedua
sistem berjalan lancar dengan berdampingan. Neo-liberalisme berusaha mengubah
dua sistem global yang harmonis dan stabil dengan menyebarkan konflik,
ketegangan atau krisis yang bisa muncul di antara mereka. Poin itama yang
hendak diajukan Cox tentang problem solving theory adalah bahwa kegagalan teori
ini dalam menggambarkan kerangka yang ada sebelumnya dalam teorinya berarti
teori ini tidak memiliki dampak lain selain dampak konservatif. Pernyataannya
tentang kenetralan nilai meski ada problem solving theory benar-benar ikatan
niali kebaikan dengan fakta bahwa ia secara implisit menerima tatanan yang
berlaku sebagai kerangka kerjanya sendiri (Cox, 1981)
Dalam kasus ini Cox hendak mengungkap
ideologi neo-realisme dengan menunjukkan bahwa adalah problem solving teori
bukan toeri kritis yang memiliki dasar komitmen emansipatif dari tradisi
Marxis. Cox menyatakan bahwa problem solving teori memandang dunia sebagaimana
didapatinya dengan hubungan sosial dan politik serta institusi-institusi yang
mengaturnya sebagai sebuah kerangka tindakan (R Bernstein dalam bukunya The Restructuring of Social and Politics Theory).
Tujuan umum problem solving theory adalah membuat hubungan dan institusi
tersebut bekerja dengan baik dengan menangani sumber permasalahan tertentu
secara efektif. Problem solving theory tidak mempersoalkan pola pola hubungan
dan institusinya serta dapat menentukan batasan atau parameter kepada suatu
wilayah permasalahan yang kemudian membatasi jumlah variabel yang diterima
dalam penelitian yang cukup mendekati dan tepat (Cox, 1981). Problem solving
teori memiliki dampak terhadap legitimasi status quo.
Cox membedakan antara
pendekatan-pendekatan teoritis yang didasarkan pada tujuan teori :" teori
selalu ditujukan bagi seseorang dan tujuan tertentu... Dunia dipandang dari
sudut yang bisa diterangkan dalam kerangka negara atau kelas sosial.. Tidak ada..
sesuatu yang bernama teori, yang terpisah dari sebuah sudut pandang ruang dan
waktu. Ketika ada teori yang muncul dengan sendirinya maka lebih penting
memeriksanya sebagai sebuah ideoogi dan menguak perspektifnya yang tersembunyi
(Robert Cox, 1981). Teori itu sendiri tidak muncul dalam kekosongan. Teori bisa
menjadi panduan untuk menyelesaikan masalah dalam konteks perspektif tertentu
(teori pemecahan masalah) atau teori bisa dilihat dalam proses perumusan teori
itu sendiri, yang membuka kemungkinan untuk memilih sebuah pespektif tyang
berbeda [teori kritis] (Hoffman, 1987).
Selanjutnya muncul Critical Theory
yang merasa tidak puas terhadap Realisme dalam menjawab solusi. Di sini saya
kaitkan dengan pertanyaan apakah problem solving theory itu problem solving,
sebenarnya jawabannya bukan 'ya' atau 'tidak', menurut saya pertanyaan tersebut
saya kaitkan dengan tingkat kepuasan, bagi saya problem solving theory belum
sepenuhnya memberikan solusi bagi suatu fenomena hubungan internasional, selain
itu problem solving theory kurang bisa memberikan solusi untuk jangka panjang.
Critical theory tidak seperti problem
solving theory, tidak menerima institusi dan hubungan sosial dan kekuasaan
sebagaimana apa adanya tetapi mempersoalkannya dengan memusatkan perhatian pada
asal mula serta bagaimana dan apakah semua itu dapat dalam proses kerja..
dengan problem solving theory sebagai parametenya. Sementara problem solving
theory menjadi sebuah panduan tindakan taktis yang sengaja atau tidak
mempertahankan tatanan yang ada teori kritis memberikan sebuah panduan tindakan
strategis dalam menghasilkan sebuah tatanan alternatif.
PENTING UNTUK DIPAHAMI BAHWA PLAGIARISME MERUPAKAN TINDAKAN KRIMINAL!!!
Di dalam undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta. sebagaimana
undang-undang yang mengatur tersebut plagiat merupakan tindakan pidana . dibawah
ini jelas sekali undang-undang yang mengaturnya
Pasal
72 ayat (1) :
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah)”.
No comments:
Post a Comment