Day of Remembrance for all
Victims of Chemical Warfare: Tanggal 29 April merupakan Hari Peringatan bagi Semua Korban Perang Kimia.
Victims of Chemical Warfare: Tanggal 29 April merupakan Hari Peringatan bagi Semua Korban Perang Kimia.
Sekretaris Jenderal PBB
Ban Ki-moon, menyampaikan sambutannya pada sebuah Konferensi yang disebut
dengan The Third Review Conference of States Parties to the Chemical Convention
diselenggarakan 8-19 April 2013 di Den Haag, Belanda, Ban Ki-Moon menekankan
bahwa kemajuan dalam mencapai upaya untuk menghapuskan senjata kimia harus
dilengkapi dengan upaya dalam menjalani kepatuhan Konferensi tersebut. Delapan
negara yang tetap berada di luar Konvensi (masih memproduksi senjata kimia)
yaitu Angola, Rakyat Republik Demokratik
Korea, Mesir, Israel, Myanmar, Somalia, Sudan Selatan, dan Suriah. Ban Ki-Moon
menekankan bahwa kedelapan negara tersebut harus bergabung dengan seluruh
komunitas internasional untuk menghentikan program senjata kimianya dan
menandatangani Konvensi Senjata Kimia tahun 1993.
Apa itu Senjata Kimia? Dan Bagaimana Efek Senjata
Kimia?
Senjata kimia pertama
kali digunakan di akhir abad ke 15 oleh tentara penakluk dari Spanyol. Mereka
diketahui menggunakan semacam kendi diisi dengan abu dan cabe untuk menciptakan
asap yang membutakan sebelum melakukan serangan. Sejak itu, senjata kimia
semakin mematikan dengan berbagai bentuk, termasuk gas beracun. Walaupun pada
tahun 1899, Dekralasi Den Haag, melarang penggunaan senjata beracun, namun
tetap saja digunakan para Perang Dunia I.
Tentara Kanada terkena senjata kimia di Perang Dunia
I
[FOTO: Seorang serdadu Kanada terkena serangan
senjata kimia.]
Saat itu, sebanyak
124.000 ton gas digunakan dalam perang. Tentara Prancis adalah yang pertama
menggunakannya. Diperkirakan, sekitar 1,2 juta orang tewas akibat senjata ini.
Pada Perang Dunia II juga tidak jauh berbeda. Walaupun larangan menggunakan
senjata kimia tercantum di Traktat Damai Versailles, namun tetap saja
digunakan, terutama oleh Jepang. Efek senjata kimia terhadap korbannya berbeda
tergantung jenisnya. Suriah memproduksi jenis VX, tabun dan sarin yang
merupakan senjata penyerang syaraf musuh. Senjata jenis adalah yang paling
berbahaya di antara senjata kimia lainnya, mampu membunuh korbannya dalam waktu
kurang dari 45 menit.
Jika terhirup, gejala
pertama adalah rasa tegang, pupil membesar, hidung mengeluarkan cairan, sulit
bernafas, detak jantung melemah, hilang kesadaran dan pembengkakan pada paru.
Jika terkena kulit, hasilnya akan sama. Jika terhirup dalam jumlah banyak,
dalam waktu 1-10 menit korban menemui ajal. Jika terkena mata, lebih cepat lagi
tewasnya. Senjata penyerang syaraf berbentuk cairan atau gas kuning ini juga
mampu ditaburkan di seragam sasaran. Tanpa terdeteksi, racun telah menyerang
syaraf tentara perlahan-lahan hingga berjam-jam sampai akhirnya dia tewas.Senjata
kimia lainnya adalah mustard belerang yang bisa menyebabkan pembengkakan dan
rasa terbakar pada kulit, mata, tenggorokan, dan paru-paru. Jika terkena mata,
bisa membuat kebutaan. Jika pun tidak tewas, bahaya kanker mengintai.
Kasus Senjata Kimia
Situs Global Security menuliskan Suriah mulai
mengembangkan senjata kimia pada tahun 1973 setelah perang Yom Kippur antara
Israel dan negara koalisi Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah. Pasca
perang, Mesir memberikan peluru artileri yang mampu membawa senjata kimia.
Sejak itulah, Suriah mulai
mengembangkan senjata kimia mereka sendiri. Setelah Mesir berdamai dengan
Israel, Presiden Hafiz al-Asad menyatakan bahwa Suriah harus mampu melindungi
diri mereka sendiri. Selain karena tidak mampu mengembangkan senjata nuklir,
senjata kimia jadi andalan Suriah jika mereka diserang tiba-tiba oleh Israel.
Kini, Suriah memiliki program senjata kimia paling maju di Timur Tengah. Diyakini,
saat ini Suriah mampu menghasilkan ratusan ton senjata kimia per tahunnya.
Tidak diketahui di mana rezim Assad memproduksi senjata kimia. Namun, CIA
menduga ada empat lokasi tempat pabrik senjata kimia, di antaranya di utara Damaskus,
Homs, Hama, dan Cerin. CIA juga melaporkan Suriah tengah mengembangkan
teknologi motor roket solid, diduga digunakan untuk rudal tipe Scud C. Rudal
jenis ini mampu membawa senjata kimia. Sejak 1985, Suriah telah membuat hulu
ledak kimia mereka untuk rudal balistik.
Suriah tidak sendirian, beberapa negara sekutu
membantu menyumbangkan rudal penembak senjata kimia. Di antaranya adalah Rusia,
China, Iran dan Korea Utara. Di antaranya yang disumbangkan adalah 50-100 hulu
ledak yang rudal darat-ke-darat yang mampu membawa sarin, rudal jarak jauh dari
Korut yang bisa mencapai jarak 600 kilometer dan dapat membawa gas beracun, dan
beberapa peluncur roket yang dapat menempuh jarak hingga lebih dari 300 km. Suriah
juga tidak akan kehabisan bahan baku pembuatan senjata kimia. Pasalnya, negara
itu memproduksi lebih dari dua juta ton fosfat per tahunnya dan memiliki
cadangan fosfat sebanyak dua miliar ton. Fosfat adalah salah satu unsur penting
pembuatan senjata kimia. Assad juga tidak main-main dalam mengembangkan senjata
ini. Pemerintah Suriah setiap tahunnya menggelontorkan dana antara US$1-2
miliar untuk rudal balistik yang mampu membawa zat kimia dan biologis.