THE PROFILE OF DIRA NOVERIANI HANIFAH , ACTRESS OF
UNILEVER PROJECT SUNLIGHT
Dukung Jokowi dalam Person of The Year by Majalah TIME Person of The Year 2014
Tonton Videonya Gagasan Anak Tentang Masa Depan Untuk Sanitasi yang Lebih Baik Sebuah Film UNILEVER PROJECT SUNLIGHT
Tonton Videonya Gagasan Anak Tentang Masa Depan Untuk Sanitasi yang Lebih Baik Sebuah Film UNILEVER PROJECT SUNLIGHT
"TANTANGAN TERBESAR KITA ADALAH SIKAP APATIS"
Apakah anda pernah
melihat atau mendengar sebuah iklan dimana berbagai tokoh perubahan dunia di
berbagai negara menyerukan pendapat tentang pentingnya Perubahan,Ya..Iklan itu
bernama Project Unilever.
Tokoh indonesia sendiri
tokoh yang digunakan hanya 2 saja,mereka adalah Ki Hadjar Dewantara (bapak
pendidikan Indonesia) dan juga seorang gadis yang bernama Dira Noveriani.
Kali ini saya akan
memberikan infromasi mengenai siapa Dhira Noverina .
Dira Noverina adalah
seorang pelajar di SMA ,selain menjadi seorang pelajar dia juga menjadi
pengajar sukarelawan disalah satu
sekolah sukarela anak jalanan Depok.
Berikut adalah beberapa
biodata mengenai Dira Noveriani,yang sempat saya dapatkan dari blog pribadinya.
Nama Lengkap : Dhira
Noveriani Hanifah
Pendidikan : SD Islam
Al Iklas
SMP Al
Ikhlas
SMA
Labschool
Facebook :
Twitter :
Pengalaman dia selain menjadi seorang
pelajar yang aktif dan pintar,dia juga pernah beberapa kali mengikuti
perlombaan tingkat internasional dan pernah mewakili indonesia di berbagai
kompetisi,diantaranya beliau pernah mewakili indonesia di perlombaan budaya dunia di Istanbul Turkey.
Pelajar yang Fasih
bahasa inggrisnya ini mempunyai sebuah Project Unilever,adapun Projectnya
adalah sebagai berikut :
Di usia 16 tahun, Dira Noveria membuat
misi untuk membantu mengajarkan anak Indonesia tentang pentingnya sanitasi dan
kebersihan. “Di Indonesia lebih dari 63 juta orang buang air besar di tempat
terbuka dan 46% rumah tangga tidak menggunakan fasilitas jamban yang baik.”
Dira Noveria dari
Depok, Indonesia baru-baru ini bertindak sebagai instruktur di sebuah kegiatan
remaja dimana fasilitas yang tersedia sangat tidak layak. Kondisi toilet yang
buruk menyebabkan dia sakit dan akhirnya harus dirawat di rumah sakit.
Pengalaman ini membuat Dira bertekad memiliki misi untuk menyebarkan kesadaran
tentang pentingnya kebersihan diri kepada anak-anak.
Sebagai relawan di
Sahabat Anak, sebuah organisasi nir laba yang memberikan pendidikan berkualitas
untuk anak-anak jalanan di Jakarta, Dira mengajark Bahasa Inggris dan
Matematika. Dia juga mendidik anak-anak ini tentang pentingnya kebersihan diri.
Dira berbagi
pengalamannya tentang dua anak jalanan yang ia temui. Ia bercerita,“Mereka
tidak bisa mandi sendiri atau membersihkan diri setelah buang air besar.
Anak-anak telah dilatih dengan baik tentang pentingnya uang, tapi tidak tentang
sanitasi.”
Dira percaya bahwa
pemahaman dan pendidikan sangat penting untuk menciptakan perubahan. Ini
merupakan isu yang memiliki efek lebih luas pada banyak aspek di masyarakat.
“Sanitasi mempengaruhi
pendidikan, sanitasi mempengaruhi kesehatan, sanitasi mempengaruhi angka
kematian ibu dan angka kematian bayi, dan sanitasi mempengaruhi tenaga kerja.
Sanitasi mempengaruhi saya. Sanitasi memengaruhi kita semua.”
Kami setuju dengan Dira
dan percaya bahwa kita harus bergerak dari “apatis untuk bertindak”. Itulah
sebabnya Project Sunlight akan mendukung Pemerintah Kabupaten Sumba Barat
memperkuat program Kesehatan Sekolah, yang berarti akan memberikan manfaat
kepada sekitar 20,000 orang.
“Saya telah melihat
masalahnya. Tapi saya juga telah melihat solusinya. Saya telah melihat
kegelapan tapi saya juga melihat cahaya.
Dukung Jokowi dalam Person of The Year by Majalah TIME Person of The Year 2014
Tonton Videonya Gagasan Anak Tentang Masa Depan Untuk Sanitasi yang Lebih Baik Sebuah Film UNILEVER PROJECT SUNLIGHT
Source : Kompas.com
Tonton Videonya Gagasan Anak Tentang Masa Depan Untuk Sanitasi yang Lebih Baik Sebuah Film UNILEVER PROJECT SUNLIGHT
Di daerah Pasar Rebo,
Jakarta Timur, ada sekelompok relawan pengajar bernama Sahabat Anak. Di tempat
ini, ada sekitar 30 anak usia sekolah yang rutin mengikuti bimbingan belajar
bersama Sahabat Anak. Salah satu relawan pengajarnya adalah Dira Noveriani
Hanifah.
Dira
masih berusia sangat muda. Ia lahir di Jakarta pada 8 November 1997 dari orangtua
yang asli kelahiran Jawa. Siswi kelas XII Lab School, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, itu selalu meluangkan waktu senggangnya pada hari Minggu untuk bertemu
anak didiknya di Pasar Rebo. Ia memerlukan waktu sekitar satu jam dari rumahnya
di Cimanggis menuju lokasi mengajar. Dira mendapat tugas mengajar Matematika
dan Bahasa Inggris untuk anak-anak usia 7-9 tahun, setiap hari Minggu, mulai
pukul 15.00-17.00 WIB. Kegiatan ini telah rutin ia jalankan sejak sekitar enam
bulan lalu. Tanpa honor, tanpa pamrih.
Dira
bergabung dengan Sahabat Anak karena terdorong ingin mencari wadah yang tepat
untuk menumpahkan hasrat sosialnya. Setelah mendapat informasi, ia pun mendaftar
dan resmi menjadi relawan Sahabat Anak mulai April 2014.
Selain mengajar
Matematika dan Bahasa Inggris, Dira juga getol mengedukasi anak didiknya
tentang pentingnya budaya hidup sehat. Ia menularkan cara hidup sehat dari hal
paling sederhana, yakni mencuci tangan dan membersihkan diri sehabis buang air.
"Budaya hidup
bersih adalah hal kecil yang memberi dampak sangat besar," kata Dira saat
ditanya mengenai makna hidup sehat untuknya, di Jakarta, Senin (17/11/2014).
Setali
tiga uang, Dira seperti mendapat keuntungan ganda menjalankan kegiatannya
sebagai relawan. Pasalnya, kini Dira dapat memenuhi syarat mempunyai pengalaman
menjadi relawan untuk masuk di salah satu universitas di Amerika Serikat. Ya,
setelah lulus dari SMA, Dira ingin melanjutkan studi di Negeri Paman Sam
tersebut. Bidang studi yang ia ambil adalah psikologi, satu disiplin ilmu yang
telah ia sukai sejak di bangku SMP. Mengenai budaya hidup sehat, Dira anggap
itu sebagai hal mutlak. Ia coba menularkan pemahaman itu kepada anak didiknya
dengan cara bercerita atau diselipkan di tengah-tengah pelajaran yang ia
sampaikan.
Keinginan Dira untuk
terjun dan bertindak nyata mewujudkan budaya hidup bersih mulai berkecamuk di
dalam benaknya sejak kelas X SMA. Momentumnya adalah saat ia ikut study tour
bersama sekolahnya ke sebuah desa di Jawa Barat.
Dira
menceritakan, desa yang menjadi lokasi study tour itu cukup terpencil dan saat
itu sulit mendapatkan sinyal untuk menggunakan telepon seluler. Di desa itu
juga masyarakat setempat masih buang air besar (BAB) di sungai yang airnya juga
digunakan untuk mencuci pakaian, mandi, dan memasak.
"Dari situ saya
sering complain. Sampai akhirnya saya pikir enggak bisa cuma complain doang. I
have to do something. Kalau cuma complain tapi do nothing, ya enggak akan
mengubah apa-apa," ujar Dira.
Apa
yang dikerjakan Dira untuk menularkan budaya hidup sehat kepada anak didiknya
tentu tak langsung membuahkan hasil. Hidup bersih adalah budaya, hanya
kesabaran dan semangat tanpa lelah yang mampu mewujudkannya. Terlebih, anak-anak
yang ia ajari telah berusia di atas tujuh tahun, di mana kebiasaan anak-anak
telah terbentuk dan perlu kesabaran khusus untuk mengubah kebiasaan itu ke sisi
yang lebih positif.
"Anak-anak
sebenarnya tahu hidup bersih, tapi sulit membiasakannya," ungkap Dira.
Dari
banyaknya pengalaman sebagai relawan pengajar, salah satu hal yang tak bisa
dilupakan Dira adalah saat dirinya harus membantu seorang anak membersihkan
diri setelah buang air besar (BAB). Dira tak sampai hati karena anak perempuan
berusia tujuh tahun itu tidak membersihkan dirinya dengan baik.
"Akhirnya saya
yang bantu nyebokin. Ini beneran. Abisnya saya kasihan," ujar Dira.
Pengalaman
itu didapat Dira saat menjadi relawan di Jambore Sahabat Anak, Agustus 2014
lalu, di wilayah Jakarta Selatan. Acara tersebut rutin digelar selama dua hari
pada setiap tahunnya dan dihadiri ratusan anak dari beberapa daerah di
Indonesia. Putri ketiga dari empat bersaudara itu melanjutkan, dirinya juga
terkejut begitu mengetahui masih ada permukiman di Jakarta yang tak memiliki
fasilitas BAB memadai. Tempat BAB hanya tersedia di luar rumah, digunakan
bersama warga yang berdomisili di permukiman tersebut.
Selama jambore digelar,
selama itu juga Dira harus menahan hasrat tidak buang air kecil dan BAB.
Alasannya karena kondisi tempat buang hajat yang buruk sehingga Dira tak sampai
hati ikut menyumbang potensi penyebaran penyakit.
"Saya nahan pipis
selama 48 jam sampai saya sakit, demam," ungkapnya.
Dira menuturkan,
buruknya infrastruktur sanitasi ditambah lemahnya kesadaran hidup sehat sangat
berdampak buruk bagi generasi masa depan. Masalah ini dapat menyebabkan
masyarakat terkena diare. Tak heran, kata Dira, jika diare menjadi penyebab
meninggalnya dua pertiga bayi di Indonesia.
Remaja
yang hobi tari-tarian tradisional ini melanjutkan, dirinya ingin menularkan
kepedulian hidup sehat kepada semua orang yang ditemui. Dira tak ingin
kehilangan harapan. Ia yakin bahwa semangat hidup bersih akan tertanam jika
terus dicoba pada setiap waktunya.
Karena kegigihannya
mengedukasi anak-anak untuk hidup sehat, Dira pun dipilih dalam Project
Sunlight sebagai pemimpin masa depan dari Indonesia untuk menyampaikan
gagasannya.
good project (y)
ReplyDeleteWe must support this person and this project...
ReplyDeleteof course
ReplyDelete