Konflik di Kubu Partai Golkar dan Bagaimana Kinerja Partai Golkar?
Dukung Jokowi dalam Person of The Year by Majalah TIME Person of The Year 2014
Pengalaman setengah abad di panggung politik
menjadi kekuatan dan kelebihan Partai Golkar selama ini. Polemik yang terjadi
menjelang Musyawarah Nasional IX Golkar di Bali yang dibuka semalam
dikhawatirkan akan melahirkan perpecahan. Namun, publik yakin akar beringin
belum akan tergoyahkan karena ditopang loyalitas pemilih dan jaringan partai
yang luas. Kesimpulan ini muncul dari hasil jajak pendapat Kompas, pekan lalu,
untuk merespons gejolak yang terjadi di tubuh Golkar. Sebanyak 66 persen
responden khawatir konflik yang lahir menjelang munas tersebut akan melahirkan
perpecahan partai. Kekhawatiran ini muncul mengingat sebelumnya ada dua arus
yang menghendaki sikap politik yang berbeda dari partai ini.
Dua arus itu adalah Golkar tetap berada di
Koalisi Merah Putih (KMP) sebagai kekuatan penyeimbang pemerintah atau beralih
bergabung ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang menjadi penyokong pemerintahan
Joko Widodo-Jusuf Kalla. Persoalan lain terkait pencalonan kembali Aburizal
Bakrie sebagai Ketua Umum Golkar. Peran oposisi. Tentang keberadaan Golkar di
KMP, pendapat responden terbelah. Separuh lebih responden (53,3 persen) setuju
dengan sikap Golkar bergabung di KMP. Namun, tidak sedikit yang menyatakan
sebaliknya (44,9 persen). Pihak yang setuju melihat peran oposisi sama
terhormatnya dengan peran pendukung pemerintah. Sementara itu, bagi yang kontra
memandang peran oposisi akan merugikan citra Golkar, apalagi sepanjang lebih
dari tiga dekade, Golkar berperan sebagai partai pendukung pemerintah.
Jika sikap responden dibelah berdasarkan
pilihan partainya pada pemilu, ada kecenderungan pola sikap responden mengikuti
pilihan partai politiknya. Responden pemilih partai politik yang sekarang
bergabung dalam KMP cenderung menyetujui Golkar berada dalam koalisi ini.
Sementara responden pemilih partai politik yang tergabung dalam KIH berpendapat
sebaliknya. Dari kelompok responden pemilih Golkar, misalnya, tiga dari empat
responden sepakat jika partai ini bergabung dalam KMP. Hal sama ditemukan pada
kelompok responden pemilih Gerindra, sebagian besar pemilihnya setuju jika
Golkar menjadi penyeimbang pemerintah. Sebaliknya, separuh lebih responden dari kelompok pemilih PDI-P dan
Nasdem yang tergabung dalam KIH tidak setuju Golkar menjadi partai oposisi.
Menariknya, penyikapan soal arah baru Golkar
pada munas, khususnya yang digelar 30 November-4 Desember 2014 di Bali,
diyakini tidak akan banyak mengubah haluan politik Golkar. Baik responden
pemilih partai politik anggota KMP maupun KIH cenderung masih meyakini Golkar
tidak akan beralih kongsi politik di parlemen. Kinerja Golkar. Terlepas dari sikap tentang keberadaan Golkar di KMP,
penilaian publik pada kinerja Partai Golkar masih jauh dari harapan. Separuh
lebih responden menilai kinerja partai ini terkait fungsi-fungsi kepartaian
belum memuaskan. Demikian pula penilaian terhadap kepemimpinan Aburizal Bakrie
yang selama ini dipandang tidak memuaskan.
Dukung Jokowi dalam Person of The Year by Majalah TIME Person of The Year 2014
Ketidakpuasan ini terkait dengan kinerja Partai
Golkar di bawah kendali Aburizal Bakrie yang dinilai tidak lebih baik
dibandingkan periode sebelumnya. Salah satu indikatornya adalah kegagalan
Partai Golkar dalam Pemilu dan Pemilu Presiden 2014. Meski perolehan suara
Golkar cenderung stabil (berkisar 14 persen), perolehan kursi di DPR menurun.
Jika pada Pemilu 2009 Golkar merebut 106 kursi DPR, pada Pemilu 2014 kursi yang
diraih hanya 91. Hal sama terjadi dalam pilpres. Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie yang
menjadi tokoh politik pertama yang mendeklarasikan diri sebagai capres menjelang
2014, gagal maju menjadi calon presiden atau wakil presiden. Pilihan politik
Golkar yang lalu mendukung Prabowo Subianto pun dinilai gagal karena kalah.
Kegagalan ini yang membuat Aburizal cenderung ditolak maju kembali sebagai
ketua umum.
Dengan demikian, wajar jika persepsi publik
terhadap rencana Aburizal maju kembali sebagai ketua umum cenderung negatif.
Sebanyak 62,4 persen responden tidak setuju jika Aburizal maju kembali sebagai
pemimpin ”Partai Beringin”. Jika ditelusuri dari latar pilihan partai politik,
dukungan Aburizal banyak diberikan oleh responden pemilih Golkar. Sebaliknya,
responden pemilih partai politik lain cenderung menolak. Bahkan, responden
pemilih Partai Keadilan Sejahtera, yang notabene menjadi satu kubu dengan
Golkar di KMP, lebih banyak yang menolak Aburizal maju kembali sebagai ketua
umum. Modal
politik. Menariknya, betapapun
muncul penolakan publik terhadap sosok Aburizal, Golkar masih memiliki modal
politik yang besar, yakni jaringan luas dan dukungan pemilih yang relatif loyal.
Setidaknya 72,7 persen dari responden pemilih Golkar mengaku akan tetap memilih
partai ini meski Aburizal terpilih kembali sebagai Ketua Umum Golkar. Sikap
serupa akan diambil responden jika munas memutuskan Golkar tetap dalam barisan
KMP.
Loyalitas ini juga ditopang jaringan partai
yang cukup luas. Hasil survei Kompas pra-Pemilu 2014 mencatat, pendukung
terbesar Golkar adalah pemilih yang tinggal di pedesaan. Golkar relatif mampu
mempertahankan basis dukungannya di luar Jawa dalam dua pemilu terakhir.
Dibandingkan Pemilu 2009, pada Pemilu 2014 Golkar memperoleh peningkatan
dukungan dari pemilih di perkotaan dan Pulau Jawa. Pengalaman berpolitik selama 50
tahun juga menjadi modal besar bagi Golkar untuk mampu bertahan di panggung
politik nasional. Hal ini diakui separuh lebih responden dalam jajak pendapat.
Sebaliknya, responden menilai hal yang menjadi kelemahan partai ini adalah
adanya anggapan tentang Golkar sebagai partai warisan Orde Baru.
Meski konflik internal bukan hal baru bagi
Golkar, kisruh menjelang munas harus diakui sebagai ujian politik bagi
soliditas partai. Sejarah telah merekam bagaimana kemampuan partai ini dalam
menyelesaikan konflik, khususnya yang melahirkan partai-partai politik baru
yang didirikan tokoh Golkar setelah gagal dalam kontestasi politik di internal
Golkar. Namun,
sejarah juga mencatat partai ini mampu bertahan. Akbar Tandjung, mantan Ketua
Umum Partai Golkar, dalam bukunya, Golkar Way, mencatat salah satu hal yang
membuat Golkar bertahan menghadapi gelombang politik. Kemampuan Golkar
mendayagunakan kelembagaan yang mengakar kuat dan secara bersamaan melakukan
penyesuaian terhadap lingkungan yang berubah membantu Golkar bertahan. Tentu
saja konflik kali ini kembali menguji apakah akar beringin masih kuat menopang
atau lapuk diterjang konflik kepentingan. (Yohan Wahyu/LITBANG KOMPAS)
Dukung Jokowi dalam Person of The Year by Majalah TIME Person of The Year 2014
No comments:
Post a Comment