Translate

Tuesday, October 20, 2015

Teori Kritis dalam Ilmu Hubungan Internasional



Teori Kritis dalam Ilmu Hubungan Internasional
1. Para Teorisi Teori Kritis
            Teori Kritis mendasarkan inspirasi refleksi sosial kritisnya pada subjektivisme kritis Kant, dialektika Hegel, refleksi ekonomi politik Karl Marx dan kritik ideologi psikoanalisa Freud. Pertama, Sekolah Frankfurt menghargai Immanuel Kant, karena Kant telah memberikan prioritas otonomi subjek dalam membentuk pengetahuannya. Teori Kritis melihat bahwa Kant melupakan pengetahuan manusia yang bersifat historis. Pengetahuan harus terikat pada ruang dan waktu tertentu. Jika pengetahuan bebas dari seluruh kontekstualitas kesejarahannya maka pengetahuan akan bersifat abstrak dan kosong. Faktor ekstra rasio manusia tidak diperhitungkan oleh Kant, karena ketika faktor itu diperhatikan pada saat itu pula filsafat Kant menjadi inkonsisten. Rasionalitas Kant sangat bersifat formal. Formalitas pengetahuan Kant hanya sekedar menyentuh pada soal syarat kebenaran tapi meleset jauh dari soal isi kebenaran objektif. Hal inilah yang menyebabkan bahwa filsafat Kant tidak lagi mencukupi pemikiran teori kritis yang mau lebih mengeksplorasi aktivitas pengetahuan subjektif manusiawi. Sehingga Teori Kritis mulai menengok pada pemikiran Idealisme Hegel sebagai suplemen teoritis yang dipakai sebagai cara menutupi kelemahan epistemologi kritisisme Kant. 

2. Teori-Teori Kritis yang Lazim Digunakan dalam studi Hubungan Internasional
Konstruktivisme
            Pemikiran kunci dari konstrukstivisme adalah dunia sosial termasuk hubungan internasional merupakan suatu konstruksi manusia (Jackson & Sorensen, 1999:307).Argumen menurut konstruktivis dalam memandang dunia sosial adalah bahwa dunia sosial bukan merupakan sesuatu yang given, dimana hukum-hukumnya dapat ditemukan melalui penelitian ilmiah dan dijelaskan melalui teori ilmiah seperti yang dikemukakan oleh kaum behavioralis dan kaum positivis. Melainkan, dunia sosial merupakan wilayah inter-subjektif dimana dunia sosial sangat berarti bagi masyarakat yang membuatnya dan hidup di dalamnya serta sekaligus yang memahaminya. Dunia sosial dibuat maupun dibentuk oleh masyarakat pada waktu dan tempat tertentu (Jackson & Sorensen, 1999:307). Anarki bukanlah selalu didefinisikan sebagai hal yang bersifat konfliktual maupun kooperatif. Tidak ada sifat yang sebenarnya dari anarki internasional. Anarki adalah apa yang diperbuat oleh negara. Jika negara-negara berperilaku secara konfliktual terhadap satu sama lain, maka tampak bahwa sifat dari anarki internasional adalah konfliktual. Namun jika negara berperilaku kooperatif terhadap satu sama lain, maka tampak bahwa sifat dari anarki internasional adalah koperatif (Weber, 2005:62). Oleh sebab itu terdapat asumsi-asumsi dalam konstruktivisme.

3. Fenomena/Peristiwa Lingkup Hubungan Internasional dalam Kajian Sosiologi Kritik
            Fokus utama teori kritis adalah pada kekuatan dan dominasi dunia secara umum. Jadi di sini teori kritis ingin mencoba mendobrak dominasi global yang ada selama ini dengan cara memahami kondisi yang menopang bentuk-bentuk dominasi dalam Hubungan Internasional tersebut. Tujuan utama teori kritis adalah ingin membebaskan kemanusiaan dan struktur ekonomi politik dunia yang dikendalikan oleh sebuah kekuatan hegemoni, seperti Amerika Serikat. Tak hanya itu, teori kritis juga berupaya untuk menciptakan suatu emansipasi dari struktur sosial global yang dianggap telah menciptakan kesenjangan antara negara maju dengan negara berkembang dan miskin. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori kritis ini memiliki banyak kesamaan dengan Ekonomi Politik Internasional Marxis.Jadi kontribusi utama dari teori kritis terhadap Hubungan Internasional adalah untuk memahami dan menganalisa bentuk-bentuk dominasi struktural dalam dunia internasional yang dianggap merugikan sebagian pihak. Selain itu teori kritis juga berupaya untuk mengetahui kepentingan politis tersembunyi dalam teori-teori dan perdebatan yang terjadi dalam Hubungan Internasional. Dengan demikian tujuan akhir dari teori kritis ini adalah untuk merobohkan sistem ekonomi politik dunia yang dinilai hanya menguntungkan kekuatan-kekuatan besar dalam sistem politik internasional melalui hegemoni yang dibuatnya.
Dalam memandang konflik Suriah misalnya dengan menggunalkan analisis wacana di nampak bahwa ada upaya untuk membangun identitas antara pihak-pihak yang memproduksi wacana sebagai pembenaran atas tindakan mereka. Hal tersebut dapat kita lihat dari diproduksinya sebuah pemahaman ancaman oleh aktor-aktor tertentu. Dalam konteks aktor eksternal, Amerika Serikat berupaya membangun sebuah wacana akan pentingnya proses demokratisasi bagi konflik yang terjadi di Suriah. Amerika Serikat telah sangat terus terang mengatakan bahwa hasil yang mereka harapkan bagi penyelesaian konflik Suriah adalah transisi politik menuju sebuah negara demokratis. Solusi tersebut dianggap sebagai solusi terbaik bagi konflik Suriah. Oleh sebab itu, mereka mendukung untuk tercapainya hal tersebut dan menciptakan sebuah pemahaman umum dalam konteks ancaman, bahwa siapa saja yang menginginkan selain itu adalah ancaman bagi proses perdamaian Suriah. Berdasarkan hal tersebut Amerika Serikat beserta dengan sekutu Barat yang lain sangat mendukung Dewan Koalisi Nasional Suriah yang bertindak sebagai lembaga oposisi pemerintahan Assad untuk mengawal proses demokratisasi tersebut. Disisi lain Amerika Serikat beserta dengan sekutu Barat lainnya dengan melalui media dan berdasar kepada organisasi dunia yaitu PBB.konflik Suriah merupakan bagian integral dari isu keamanan yang sangat hangat pembicaraannya dalam kurun waktu sekitar dua tahun ini, sejak dimulainya perlawanan dari rakyat melawan pemerintahan Bashar al-Assad. Konflik Suriah ini melibatkan berbagai macam bentuk kepentingan di dalamnya baik oleh state actor maupun non-state actor. Proses sekuritisasi terhadap isu ini dilakukan oleh Amerika melalui Menteri Luar Negerinya Hillary Clinton dan juga Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang menganggap bahwa kehadiran para militan dan mujahidin di Suriah sebagai sebuah ancaman. Atas dasar itu, Amerika memasukkan kelompok militan Islam semacam Jabhat al-Nushrah sebagai kelompok terorisme yang dapat mengancam proses perdamaian Suriah. Dalam hal ini, Amerika Serikat melalui Hilary Clinton dan Barack Obama bertindak sebagai Securitizing Actor dalam proses sekuritisasi konflik Suriah dan kelompok mujahidin dengan identitas Islam Ideologi yang dibawanya menjadi Referent Object bagi proses perdamaian Suriah.