Teori Kritis dalam Ilmu Hubungan Internasional
1.
Para Teorisi Teori Kritis
Teori
Kritis mendasarkan inspirasi refleksi sosial kritisnya pada subjektivisme
kritis Kant, dialektika Hegel, refleksi ekonomi politik Karl Marx dan kritik
ideologi psikoanalisa Freud. Pertama, Sekolah Frankfurt menghargai Immanuel Kant, karena Kant telah
memberikan prioritas otonomi subjek dalam membentuk pengetahuannya. Teori
Kritis melihat bahwa Kant melupakan pengetahuan manusia yang bersifat historis.
Pengetahuan harus terikat pada ruang dan waktu tertentu. Jika pengetahuan bebas
dari seluruh kontekstualitas kesejarahannya maka pengetahuan akan bersifat
abstrak dan kosong. Faktor ekstra rasio manusia tidak diperhitungkan oleh Kant,
karena ketika faktor itu diperhatikan pada saat itu pula filsafat Kant menjadi
inkonsisten. Rasionalitas Kant sangat bersifat formal. Formalitas pengetahuan
Kant hanya sekedar menyentuh pada soal syarat kebenaran tapi meleset jauh dari
soal isi kebenaran objektif. Hal inilah yang menyebabkan bahwa filsafat Kant
tidak lagi mencukupi pemikiran teori kritis yang mau lebih mengeksplorasi
aktivitas pengetahuan subjektif manusiawi. Sehingga Teori Kritis mulai menengok
pada pemikiran Idealisme Hegel sebagai suplemen teoritis yang dipakai sebagai
cara menutupi kelemahan epistemologi kritisisme Kant.
full text download at Critical Theory in International Relations
2.
Teori-Teori Kritis yang Lazim Digunakan dalam studi Hubungan Internasional
Konstruktivisme
Pemikiran
kunci dari konstrukstivisme adalah dunia sosial termasuk hubungan internasional
merupakan suatu konstruksi manusia (Jackson & Sorensen, 1999:307).Argumen
menurut konstruktivis dalam memandang dunia sosial adalah bahwa dunia sosial
bukan merupakan sesuatu yang given, dimana hukum-hukumnya dapat ditemukan
melalui penelitian ilmiah dan dijelaskan melalui teori ilmiah seperti yang
dikemukakan oleh kaum behavioralis dan kaum positivis. Melainkan, dunia sosial
merupakan wilayah inter-subjektif dimana dunia sosial sangat berarti bagi
masyarakat yang membuatnya dan hidup di dalamnya serta sekaligus yang
memahaminya. Dunia sosial dibuat maupun dibentuk oleh masyarakat pada waktu dan
tempat tertentu (Jackson & Sorensen, 1999:307). Anarki bukanlah selalu didefinisikan
sebagai hal yang bersifat konfliktual maupun kooperatif. Tidak ada sifat yang
sebenarnya dari anarki internasional. Anarki adalah apa yang diperbuat oleh
negara. Jika negara-negara berperilaku secara konfliktual terhadap satu sama
lain, maka tampak bahwa sifat dari anarki internasional adalah konfliktual.
Namun jika negara berperilaku kooperatif terhadap satu sama lain, maka tampak
bahwa sifat dari anarki internasional adalah koperatif (Weber, 2005:62). Oleh
sebab itu terdapat asumsi-asumsi dalam konstruktivisme.
full text download at Critical Theory in International Relations
3.
Fenomena/Peristiwa Lingkup Hubungan Internasional dalam Kajian Sosiologi Kritik
Fokus
utama teori kritis adalah pada kekuatan dan dominasi dunia secara umum. Jadi di
sini teori kritis ingin mencoba mendobrak dominasi global yang ada selama ini
dengan cara memahami kondisi yang menopang bentuk-bentuk dominasi dalam
Hubungan Internasional tersebut. Tujuan utama teori kritis adalah ingin
membebaskan kemanusiaan dan struktur ekonomi politik dunia yang dikendalikan
oleh sebuah kekuatan hegemoni, seperti Amerika Serikat. Tak hanya itu, teori
kritis juga berupaya untuk menciptakan suatu emansipasi dari struktur sosial
global yang dianggap telah menciptakan kesenjangan antara negara maju dengan
negara berkembang dan miskin. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori
kritis ini memiliki banyak kesamaan dengan Ekonomi Politik Internasional
Marxis.Jadi kontribusi utama dari teori kritis terhadap Hubungan Internasional
adalah untuk memahami dan menganalisa bentuk-bentuk dominasi struktural dalam
dunia internasional yang dianggap merugikan sebagian pihak. Selain itu teori
kritis juga berupaya untuk mengetahui kepentingan politis tersembunyi dalam
teori-teori dan perdebatan yang terjadi dalam Hubungan Internasional. Dengan
demikian tujuan akhir dari teori kritis ini adalah untuk merobohkan sistem
ekonomi politik dunia yang dinilai hanya menguntungkan kekuatan-kekuatan besar
dalam sistem politik internasional melalui hegemoni yang dibuatnya.
Dalam memandang konflik
Suriah misalnya dengan menggunalkan analisis wacana di nampak bahwa ada upaya
untuk membangun identitas antara pihak-pihak yang memproduksi wacana sebagai
pembenaran atas tindakan mereka. Hal tersebut dapat kita lihat dari
diproduksinya sebuah pemahaman ancaman oleh aktor-aktor tertentu. Dalam konteks
aktor eksternal, Amerika Serikat berupaya membangun sebuah wacana akan
pentingnya proses demokratisasi bagi konflik yang terjadi di Suriah. Amerika
Serikat telah sangat terus terang mengatakan bahwa hasil yang mereka harapkan
bagi penyelesaian konflik Suriah adalah transisi politik menuju sebuah negara
demokratis. Solusi tersebut dianggap sebagai solusi terbaik bagi konflik Suriah.
Oleh sebab itu, mereka mendukung untuk tercapainya hal tersebut dan menciptakan
sebuah pemahaman umum dalam konteks ancaman, bahwa siapa saja yang menginginkan
selain itu adalah ancaman bagi proses perdamaian Suriah. Berdasarkan hal
tersebut Amerika Serikat beserta dengan sekutu Barat yang lain sangat mendukung
Dewan Koalisi Nasional Suriah yang bertindak sebagai lembaga oposisi
pemerintahan Assad untuk mengawal proses demokratisasi tersebut. Disisi lain
Amerika Serikat beserta dengan sekutu Barat lainnya dengan melalui media dan
berdasar kepada organisasi dunia yaitu PBB.konflik Suriah merupakan bagian
integral dari isu keamanan yang sangat hangat pembicaraannya dalam kurun waktu
sekitar dua tahun ini, sejak dimulainya perlawanan dari rakyat melawan pemerintahan
Bashar al-Assad. Konflik Suriah ini melibatkan berbagai macam bentuk
kepentingan di dalamnya baik oleh state actor maupun non-state actor. Proses
sekuritisasi terhadap isu ini dilakukan oleh Amerika melalui Menteri Luar
Negerinya Hillary Clinton dan juga Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang
menganggap bahwa kehadiran para militan dan mujahidin di Suriah sebagai sebuah
ancaman. Atas dasar itu, Amerika memasukkan kelompok militan Islam semacam
Jabhat al-Nushrah sebagai kelompok terorisme yang dapat mengancam proses
perdamaian Suriah. Dalam hal ini, Amerika Serikat melalui Hilary Clinton dan
Barack Obama bertindak sebagai Securitizing Actor dalam proses sekuritisasi
konflik Suriah dan kelompok mujahidin dengan identitas Islam Ideologi yang dibawanya
menjadi Referent Object bagi proses perdamaian Suriah.
full text download at Critical Theory in International Relations