Translate

Saturday, December 6, 2014

Tugce Albayrak Meninggal : Remaja Muslimah Pahlawan Jerman

TUGCE ALBAYRAK, A HEROES OF A GERMAN 
GERMAN PEOPLE ARE PROUD TO HER STRUGGLE


Nama Tugce Albayrak mulai terkenal di Jerman bahkan dunia, nama harumnyapun tidak bisa dilupakan oleh masyarakat Jerman. Mereka bahkan sangat berduka ketika melepas kepergian gadis muda berusia 23 tahun itu. Sekitar 3.000 orang menghadiri upacara pemakamannya, menyalatkan jasadnya di Waechtersbach di negara bagian Hesse, dan mengantarnya ke peristirahatannya yang terakhir. Doa dari berbagai latar belakang agama dan kepercayaan terlantun untuk ketenangan arwahnya.
Dubes Turki untuk Jerman, juga Gubernur negara bagian Hessen, Volker Bouffier ada dalam daftar pelayat. Karangan bunga dengan tulisan sayang,  ‘Kau akan selalu di hati kami’ bertebaran.
Lantas siapa sebenarnya Albayrak itu?
Albayrak meninggal dunia Jumat 28 November 2014 lalu. Kematiannya yang menggegerkan Jerman. Semua bermula pada Sabtu 15 November 2014 lalu. Tugce Albayrak tak tinggal diam saat mendengar teriakan minta tolong dari sebuah toilet di restoran cepat saji di Kota Offenbach, dekat  Frankfurt. Suara teriakan itu berasal dari 2 perempuan yang mengalami pelecehan seksual dari sekelompok laki-laki. Albayrak terlibat adu mulut bahkan bergelut dengan para tersangka. Berusaha mati-matian menghentikan pelecehan itu. Ia jatuh koma setelah para pria pelaku pelecehan kembali dan menyerangnya secara brutal di lapangan parkir.
Media setempat, Bild mempublikasikan rekaman CCTV insiden tersebut Senin lalu.
Dalam rekaman, seorang pria terlihat berusaha menghentikan lelaki lain — tersangka yang diketahui bernama Senal M — sebelum ia mendaratkan tinju fatal yang membuat Albayrak terbanting ke tanah, tak bergerak di antara kerumunan orang. Mahasiswi keguruan itu dalam kondisi koma selama 2 pekan sebelum para dokter menyimpulkan, ia tak akan sadar kembali dan mengalami mati otak. Dengan berat hati, orangtuanya mencopot alat penopang hidupnya tepat di hari ulang tahun korban yang ke-23.

BACA JUGA PROFIL DIRA NOVERIANI HANIFAH BINTANG IKLAN UNILEVER PROJECT SUNLIGHT

THE VIDEO OF UNILEVER PROJECT SUNLIGHT Gagasan Anak Tentang Masa Depan Untuk Sanitasi yang Lebih Baik Sebuah Film UNILEVER PROJECT SUNLIGHT



Apa yang dilakukan Albayrak, keberaniannya untuk bertindak meski akhirnya mengorbankan nyawanya sendiri, mendapat pujian dari Presiden Jerman Joachim Gauck yang menyebut almarhumah sebagai ‘suri tauladan’. “Ia adalah teladan dalam hal keberanian dan mengedepankan moral,” kata Presiden, seperti dikutipLiputan6.com dari BBC, Rabu (3/12/2014).
Sebuah petisi yang ditandatangani 100 ribu orang meminta Albayrak, gadis Jerman keturunan Turki, mendapatkan penghargaan tertinggi dari negara, Order of Merit, secara anumerta. Sebagai pahlawan.
Sang presiden mengatakan, ia sedang mempertimbangkan penghargaan tersebut. Kepada keluarga yang berduka, ia menulis, “Seperti halnya warga negara lain yang tak terhitung banyaknya, aku terkejut atas tindakan mengerikan (para tersangka). Tugce pantas menerima ucapan terimakasih dan hormat dari kita semua.” Tak hanya Jerman, dunia pun memuliakan tindakan berani Albayrak. Padahal saat itu ia bisa saja berpaling, cuek. Sosiolog dari York University, Toronto, Kanada, Arthur McLuhan seperti dimuat situs CBC News mengatakan, apa yang dilakukan almarhumah luar biasa. “Respons yang biasa dalam menghadapi kejadian seperti itu (menyaksikan pelecehan) adalah tak berbuat apapun. Abai,” kata dia.
Sejauh ini polisi telah menahan seorang pemuda 18 tahun terkait penyerangan terhadap Albayrak. Jaksa pun berjanji akan mempercepat penanganan kasus.
Sementara itu, meski jasadnya telah menyatu dengan Bumi, Albayrak masih terus hidup di hati rakyat Jerman. Wajahnya digunakan dalam kampanye di internet. Yang mendorong orang-orang untuk peduli dan berani bersikap.

Kronologi pemukulan


Kalau mau, demikian seperti dutuilis media Jerman, Tugce Albayrak, bisa saja pura-pura tak mendengar teriakan putus asa yang ditingkahi suara tawa bernada kejam dari sebuah toilet di restoran cepat saji McDonald’s itu. Tetapi dia memang memilih tak diam. Ia menyeruak masuk, menyelamatkan para korban, dan bergelut dengan para pelaku. Upayanya berhasil.
Namun, mahasiswi keguruan itu tak mengira, pria-pria itu menantinya di luar restoran. Untuk balas dendam. Albayrak dipukuli, sebuah tinju ke kepala membuatnya tak sadar, tubuhnya terbanting ke lantai semen, lalu sama sekali tak bisa bergerak.
Selama dua pekan, gadis yang bercita-cita jadi guru itu terbaring koma. Hingga akhirnya kedua orangtuanya memutuskan untuk mematikan alat bantu penopang kehidupan. Tugce Albayrak dinyatakan meninggal dunia tepat di hari ulang tahunnya yang ke-23, Jumat 28 November 2014. Kematiannya menjadi duka cita mendalam, tak hanya bagi keluarganya, tapi seluruh rakyat Jerman. Bendera Turki dan Jerman berkibar di hari pemakamannya, Rabu 3 Desember 2014. Lebih dari 1.000 pelayat melantunkan doa dalam upacara pemakaman secara Islam, dan disiarkan langsung di televisi. Belum lagi kerumunan orang yang menyemut di jalanan untuk memberikan penghormatan terakhir.
Jasad Tugce Albayrak telah menyatu dengan bumi. Kembali ke tanah. Namun, kisahnya tak berhenti di situ. Meski ia hanya satu dari jutaan warga Jerman keturunan Turki, kisahnya telah menyatukan 2 bangsa. Dan yang utama, keberanian Albayrak mengingatkan kembali tentang tanggung jawab moral yang seharusnya dimiliki setiap insan. Untuk tidak diam dan bertindak saat manusia lain mengalami kesulitan.
“Ini adalah momentum yang menggetarkan jiwa. Almarhumah telah menunjukkan keberaniannya dalam menegakkan moralitas. Menurutku, kita semua berhutang padanya, juga pada orangtua yang berhasil mendidiknya menjadi seorang gadis yang luar biasa,” kata seorang pelayat, Zejnep Haliti seperti dikutip dari Euro News, Kamis (4/12/2014).
Media-media Jerman memuji almarhumah. “Jerman mengantar kepergian seorang pahlawan. Kita semua menangis untuk Tugce,” demikian headline koran Bild. Restoran cepat saji McDonald’s, di mana salah satu gerainya menjadi TKP kematian Tugce,  memasang iklan sehalaman penuh di media Jerman dan Turki, berisi ucapan doa dan duka cita. “Ia kehilangan nyawa karena menolong sesama.”
Sehari setelah Albayrak dimakamkan di kota kelahirannya Bad Soden-Salmunster, warga Jerman masih terkesima dengan keberaniannya menyelamatkan orang lain, meski akhirnya harus kehilangan nyawa. “Kami akan merindukan Tugce, terutama senyumannya yang hangat,” kata sang ayah, Ali, seperti dikutip dari situs Deutsche Welle.

Sementara pamannya, Yasin berujar, “Dia meninggal dunia di masa-masa keemasan hidupnya. Ia telah memberikan teladan, dalam hidupnya bahkan saat ia meninggal dunia.”
Keluarga Albayrak beremigrasi dari Turki ke Jerman pada tahun 1970-an. Kondisi jauh membaik dibanding masa itu — di mana para imigran tak bisa mendapat kerja yang layak dan keturunan mereka yang lahir di Jerman tak bisa mendapat kewarganegaraan.
Di usia 23 tahun, Tugce Albayrak seharusnya bisa memilih, menjadi warga negara Jerman atau Turki. Sayang, ia tak sempat menjatuhkan pilihan.



No comments:

Post a Comment