Perspektif global dan
pendekatan nasional telah mendominasi dalam studi komunikasi perubahan iklim,
hal ini mencerminkan sifat global perubahan iklim yang berfokus pada penelitian
tradisional danpada sistem media nasional. Dengan tidak adanya ruang publik
global,meskipun isu transnasional sebagian besar tergantung pada sistem media
regional,namun peran yang dimainkan dalam dimensi regional ini sebagian besar
telah diabaikan. Dalam artikel yang berjudul The Reginoal Dimension: How Regional Media Systems Condition Global
Climate-Changeinimenyajikan tentang studi banding cakupan perubahan iklim
di tiga wilayah geo-kultural yaitu Timur Tengah, Skandinavia, dan Amerika
Utara, serta mengeksplorasi hubungan antara komunikasi perubahan iklim globaldan
sistem media regional. Selain itu artikel tersebut juga menjelaskantentangvariasi
daerahdalam komunikasi perubahan iklim yang membawa implikasi komunikatif yang
penting mengenai persepsi relevansi dan urgensi perubahan iklim dunia.
Dalam beberapa dekade
terakhir, perubahan iklim telah menjadi topik yang penting dalam berita internasional.
Hal ini tidak mengherankan lagi karena mengingat munculnya perhatian yang cukup
serius secara politik terhadap perubahan iklim baikperhatian yang diberikan
oleh sistem PBB (seperti laporan yang disampaikan oleh IPCC, KTT COP, laporan UNDP),
politik global(G8), IGO (Bank Dunia, OECD) maupun dari NGO. Dengan demikian, dimensi
global perubahaniklimterkaitmengenai konsekuensi lingkungan dan sosial serta
politik danrespon budaya, yang semakin memposisikan isuperubahan iklim ini
sebagai topik utama dalam politik internasionaldan komunikasi internasional.
Sejakperubahan iklim smenjadi
risiko global, hal tersebut telah memunculkan spekulasi tentang era baru dalamkerjasama
internasional dan interaksi lintas budaya. Tidak hanya itu, perubahan iklim bahkan
pernah diprediksi akan memunculkan potensiadanya“momen kosmopolitikal''(Beck,
2007), yang mana keasyikan nasional dan solusi yang dihasilkanini mendorong
munculnya respon dan kerjasama internasional.
Menurut perspektif
komunikatif, meskipun studi media sedikitskeptis tentang adanya potensi
''kosmopolitikal'' ini yang menunjukkan bagaimana media nasionalmasih
mendominasi liputan dan perdebatan internasional (Hafez, 2005). Beberapapenelitian
memang telah menunjukkan bagaimana pemberitaan internasional yang seringdisaring
oleh prisma nasional (Lee, Chan, Pan, & Jadi, 2005).
Akibatnya, perspektif
global dan pendekatan nasional telah mendominasi studi komunikasi perubahan
iklim. Dimensi regional dan sistem media regional, sekarang mulai kurang
mendapatkan perhatian, meskipun perhatian baru dalam perbandingansistem media
telah membingkai kembali pertanyaan tentang globalisasi sebagai salah satu komunikasi
regionalising. Namun, dalam penelitiannya
Mikkel Eskjaer terbatas hanya membahaspada konteks dunia Barat. Meskipun
Eskajer membahas tentang sudi media ''de-westernisasi” (Curran& Park,
1990)namun, studi banding dari sistem media Barat dan non-Barat masih agak
terbatas, dan hampir tidak ada dalam konteks komunikasi perubahan iklim
internasional.
Namun, perlu diingat
bahwa dalam menjelajahi keragaman komunikasi internasional bukan hanya
mengadopsi perspektif regional, tetapi juga memungkinkan kita untuk
mengatasitantangan yang dihadapi dalam komunikasi perubahan iklim
internasional. Dengan tidak adanya suaturuang publik global (Schafer, Ivanova,
& Schmidt, 2011), perhatian isu transnasionalsebagian besar tergantung pada
sistem media regional dan mekanisme yang mendasari dalam memunjukkan bagaimana
dan mengapa media regional bisa menghadirkan risiko global sepertiperubahan
iklim.
Dengan demikian, Mikkel
Eskjaer melalui artikel yang berjudul The
Reginoal Dimension: How Regional Media Systems Condition Global Climate-Change
ini menawarkan sebuah analisis isi perbandingan dalamulasan perubahan iklimdi
tiga wilayah geo-kultural yaitu Timur Tengah, Skandinavia, dan Amerika Utara,yang
mewakili tiga sistem media yang berbeda. PenelitianMikkel Eskjaer ini
didasarkan pada sampelartikel surat kabar mengenai perubahan iklim yang
diterbitkan antara tahun 2008 dan 2009oleh Konferensi Perubahan Iklim PBB
(UNCCC). Dengan demikian, ruang lingkup penelitianMikkel Eskjaerbertujuan untuk
mengeksplorasi dan menyelidiki hubungan antara komunikasi perubahan iklim
global dansistem media regional.
Media merupakan sumber
utama informasi perubahan iklim bagi publik umum (Nisbet & Myers, 2007;
UNDP, 2007), pengetahuan tentangperubahan iklim memang rumityang mana berkaitan
dengan bagaimana perubahan iklim disajikan dalam dan oleh media. Pemberitaan
perubahan iklim lokal dan regional berperan dalam penyusunanbahaya perubahan
iklim yang berkaitan denganpenduduk setempat. Penelitian Mikkel Eskjaerini
menemukan bahwa perubahan iklim telah menjadi topik utamaberita internasional, yang
mana juga ditandai dengan variasi regional. Dalam penelitiannya, Mikkel
Eskjaermenyatakan bahwa variasi regional tersebut membawa implikasi komunikatif
yang penting tentangpersepsi regional terhadap perubahan iklim dalam hal
relevansi dan urgensi. Pemberitaan lokaldan perspektif regional merupakan sumber
komunikatif, yang tidak terdistribusikan secara meratapada sistem media yang
berbeda. Pemberitaan lokal dan perspektif regional hampir tidak ada di tigadokumen
Timur Tengah karena perbedaan tradisi dan prioritas dalam berita media Arab
sertakendala politik seperti risiko dalam persimpangantajuk rencana. Untuk
mengeksplorasi mengapa danbagaimanaperbedaan bisa terjadi, terdapat lima aspek
cakupan perubahan iklim yang dikhususkan untuk menggambarkan pengaruh sistem
media regional dan implikasi komunikatifterhadap persepsi
masyarakat mengenai perubahan iklim. Dengan demikian, konsepsistem media
regional memiliki tujuan ganda yaitu sebagai sarana analitis untuk
mengidentifikasiperbedaan regional dalam komunikasi perubahan iklim global, dan
sebagai kerangka teoritis yang menjelaskan variasi antar daerah.